Minggu, 29 Desember 2013

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM AMAL

MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
AMAL
Olehkelompok VI
SUGI NUGROHO                                                                  DADANG.S 
                                                               D1A012011                                                   D1A012036
M.NURHADI                            IDHAM GAZALI
                                                                         D1A012002                 D1A012019                        
ANGGUN PRATIWI AZWAR
D1A012026
DORIS
D1A012013
YUDI ADITYA
DIAOI2

DOSEN PEMBIMBING:
Dra.Yusfaneti

AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2012
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………..……………………………….……….…….i
KATA PENGANTAR…………………………..………………………………….………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….iii
BAB I  PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang…...…….…………………………………………………..…….1
1.2.Rumusan masalah……....…………………………………………………..……1
1.3.Tujuan penullisan…….……...……………………………………………..…….1
BAB II PEMBAHASAN
            2.1. Pengertian amal……………….…………………….……………………………2
            2.2. Ilmu dan amal shaleh………………………………………………………….…3
            2.3 .Ilmu dan amal seperti dua mata uang...………………………………….............4
2.4. Pengertian ilmu dan kedudukan ilmu…………………………………..…….…7
2.5. Pengertian amal shaleh…………………………………………………………..8
2.6. Hubungan ilmu dan amal shaleh……..………….……………………….………9
2.7. Beramal dengan ilmu……………………………………………………………10
2.8. Hal-hal yang berfokus pada ilmu………………………………………………..11
2.9. Amalan yang tak terputus pahalanya…..……………………………………….11
2.10.Keutamaan menuntut ilmu………..……….…………………………………...13
BAB III  PENUTUP
            3.1. Kesimpulan………………………………………………………………………18
            3.2. Saran…………...………………………………….……………………………..18
            3.3. Daftar pustaka……………………………………………………………………19


i
KATA PENGANTAR

Assalammualaikumwr.wb
Pujisyukurkami haturkankepada Allah SWT karenaatasseizinNYAlah kami dapatmenyelesaikansebuahmakalahPendidikan Agama Islam dengaanjudul AMAL.
Dalammakalahinidabahasmengenaiapapengertiandariamalterutamaamalshaleh, keutamaanamaldanilmu, sertapentingnyaberamaldanhubunganantaraamaldanilmu. Dalammenyelesaikanmakalahinitentunya kami mendapatpengarahandanbimbingandaridosenyaituDra.Yusfanetidanbantuandariteman – temankelompokenam.Olehsebabitu kami sebagaipenyusuninginmengucapkanterimakasih yang sebesarbesarnyaataskesediaanparapihak yang bersangkutanuntukketerlibatannyadalammenyelesaikanmakalahini.
Shalawatteriringsalamsemogasenantiasatercurahkepadajunjungannabibesar Muhammad Saw yang telahbekerjakeras, relaberjuangbertumpahdarah demi menegakkan agama islam. Semogakitamenjadibagiandari orang – orang yang akanmendapatsafaatnyakelakamien.
Dalammakalahinipastinyamasihbanyakterdapatkekurangan – kekurangan.Baikdalampengetikanmaupunmateri yang di sampaikan.Olehsebabitukepadapembacasangat di harapkankritikdan saran yang membangunkearahyang lebihbaik.Semogamaklahinidapatbermanfaatbagikitasemua.terutamabagi kami sebagaipenyusun.
Akhir kata kami ucapkanterimakasih.
WassalammualaikumWr. Wb

                                                                                                Unja,   November 2012

Penyusun
Kelompok IV

i


BAB  I
PENDAHULUAN

1.1.         Latar Belakang
Amal dalam bahasa Indonesia berarti perbuatan baik atau buruk. Dari sini terlihat, bahwa istilah amal dan perbuatan sudah sulit dibedakan.Dalam pemakaian sehari-hari, kedua kata itu dipandang sebagai kata kembar yang mempunyai satu arti, sehingga keduanya sering dimajemukkan dalam ungkapan "amal perbuatan”.
Menurut Ragib Al-lsfahani (wafat 502 H/ 108 M), seorang ahli bahasa dari kalangan Ahlus Sunah wal Jamaah, antara amal dan perbuatan yang merupakan terjemahan dari al-fi'l, disamping ada persamaannya, terdapat perbedaan mendasar. Menurutnya, perbuatan dapat dihubungkan dengan insan (manusia), hayawanat (binatang-binatang), dan nabat (tumbuh- tumbuhan), baik yang diperbuat berdasarkan ilmu pengetahuan, maupun tidak, dan baik yang diperbuat dengan sengaja (al-qasd) maupun tidak.
Sedangkan istilah amal hanya boleh dihubungkan dengan manusia.Oleh sebab itu, mendefinisikan amal sebagai "suatu perbuatan yang dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan, pilihan sendiri, dan dilakukan dengan sengaja atau niat."Hal ini hanya diperoleh dari manusia karena hewan dan tumbuh-tumbuhan atau benda-benda mati lainnya tidak mungkin melakukan suatu perbuatan dengan ilmu dan niat.Inilah pengertian amal yang dimaksud oleh fukaha.

1.2.         Rumusan  Masalah.
a.       Apa itu pengertian dari amal?
b.      Bagaimana hubungan antara amal shaleh dan ilmu pengetahuan?
c.       Amalan apa saja yang pahalanya akan terus mengalir saat seseorang telah meninggal?
d.      Apa keutamaan orang yang menuntut ilmu/ berilmu?

1.3.          Tujuan penulisan.
a.       Memahami tentang pengertian amal shaleh.
b.      Dapat mengetahui bahwa ilmu dan amal adalah suatu kesatuan yang tak dapat di pisahkan.
c.       Mengetahui tentang apa saja keutamaan orang yang menuntut ilmu dan amalan apa saja yang pahalanya terus menerus mengalir.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian   Amal
Amal (dari bahasa Arab: عَمَلَ) berarti mengamalkan, berbuat, bekerja. Kata ini sering dipertukarkan dengan sedekah.
Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
Qutaibah menuturkan kepada kami dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah -radhiyallahu’anha-, dia berkata, “Amal yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang dikerjakan secara terus menerus oleh pelakunya.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq)
Muhammad bin Ar’arah menuturkan kepadaku. Dia berkata; Syu’bah menuturkan kepada kami dari Sa’d bin Ibrahim dari Abu Salamah dari Aisyah radhiyallahu’anha, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, ‘Amal apakah yang paling dicintai Allah?’. Maka beliau menjawab,”Yaitu yang paling kontinyu, meskipun hanya sedikit.”Beliau juga bersabda, “Bebanilah diri kalian dengan amal-amal yang mampu untuk kalian kerjakan.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq)
Kedua hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwa :
1.      Penetapan sifat mahabbah bagi Allah
2.      Amalan satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan keutamaan di sisi Allah
3.      Amal yang paling Allah cintai adalah amalan yang dikerjakan secara kontinyu
4.      Apa yang dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -dalam pandangan syari’at- maka hal itu menunjukkan bahwa Allah ta’ala juga mencintai perkara tersebut
5.      Manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan amalan
6.      Dalam memilih amalan -sunnah- maka hendaknya seorang memperhatikan kemampuannya agar bisa kontinyu dalam mengerjakannya, lebih baik sedikit tapi kontinyu daripada banyak namun terhenti.
7.      Hadits ini menganjurkan agar seorang hamba istiqomah dalam beramal dan mengikhlaskan amalnya karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
8.      Amal salih merupakan sebab datangnya kecintaan Allah
9.      Seorang mukmin hendaknya mencitai apa yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana dia juga harus membenci segala perkara yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya
10.  Hadits ini menunjukkan keutamaan sabar di dalam ketaatan
11.  Hadits ini menunjukkan pentingnya menjaga motivasi dan semangat dalam beramal supaya bias kontinyu
12.  Hadits ini menunjukkan perlunya targhib/dorongan dan tarhib/ancaman dalam menjaga stabilitas keimanan
13.  Hadits ini juga menunjukkan bahwa amal termasuk bagian dari iman
14.  Allah tidak membebankan sesuatu kepada hamba-Nya melainkan sesuai dengan batas kemampuannya
15.  Dan faidah lainnya yang belum saya ketahui, wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa sallam. Walhamdu lillahi Rabbil ‘alamin.

2.2.  Ilmu dan Amal shaleh
Memiliki Ilmu saja tidak cukup, karena setiap muslim tidak akan menghasilkan manfaat bagi orang lain, jika ilmu hanya disimpan untuk dirinya sendiri. Lantas apa yang harus kita lakukan sebagai seorang muslim yang memiliki ilmu agar ilmu yang kita miliki tidak menjadi sia-sia dan dan hilang begitu saja? Disinilah letaknya perlunya mengamalkan setiap ilmu yang kita punya.
Amal menurut pandangan islam merupakan perbuatan baik yang mendatangkan pahala bagi yang mengerjakannya. Amal adalah terkait dengan tindak tanduk, prilaku yang menghubungkan manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan hewan, dan manusia dengan lingkungannya.

Amal pun terbagi menjadi dua; amal baik dan amal buruk. Setiap amal yang dilakukaan oleh setiap muslim akan dimintai pertanggungjawabannya di yaumil akhir kelak.Amal pun merupakan bekal yang dibawa oleh manusia ke kehidupan abadi. Amal dapat menjerumuskan dan menyelamatkan manusia, tergantung pada amal apa yang mereka kerjakan semasa hidupnya.Lantas seperti apakah amal yang dapat diterima oleh Allah SWT? Pertanyaan ini  dapat terjawab amal yang berlandaskan kepada ilmu, karena hakekatnya ilmu harus berbuahkan amal. Ibarat pohon rindang yang subur menghasilkan buah-buah yang baik. Buah tersebut dapat dinikmati oleh lingkungan yang ada disekitar pohon tersebut.

Ilmu dan amal adalah dua hal yang selalu dipertentangkan orang, mana yang lebih penting diantara keduanya. Tanpa ilmu, tindakan tak lebih dari aktivitas fisik yang tak bernilai. Sementara, sebagian yang lain mengatakan bahwa amallah yang lebih utama. Sebab, penilaian dilakukan terhadap amal bukan kepada sesuatu yang belum dilakukan.

Amal Shaleh terdiri dari dua kata yaitu amal dan shaleh. Amal artinya melakukan/melakukan/membuat sedangkan Shaleh artinya segala sesuatu yang bersifat baik dan berguna atau dapat diartikan sebagai kebaikan-kebaikan yang yang dilakukan menurut perintah-perintah dan larangan-larangan yang ditentukan oleh Allah SWT. Dari itu, amal shaleh berarti melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah SWT yang terkandung didalam islam. Manakala islam adalah agama diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia hanya dengan satu cara yaitu melalui ilmu. Dengan ilmu kita bisa banyak belajar mengenai berbagai hal yang kita perlukan.

Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal shaleh atau setiap perbuatan kebijakan yang diridhoi oleh Allah SWT. Dengan demikian, amal dalam Islam tidah hanya terbatas pada ibadah tetapi, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu ini mencakup semua yang bermanfaat bagi manusia seperti ilmu agama,ilmu alam,ilmu sosial dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka akan memberikan dampak positif bagi peradaban manusia. Misalnya, perkembangan sains akan memberikan kemudahan dalam lapangan praktikal manusia. Demikian juga ilmu-ilmu sosial akan memberikan penyelesaian untuk pemecahan-pemecahan masalah di dalam masyarakat. Jadi , mengiringi ilmu dengan amal merupakan keharusan. Ilmu tanpa diiringi amal maka hanya akan berupa konsep-konsep saja. Oleh karena itu, amal shaleh merupakan pelaksanaan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah SWT yang merupakan sesuatu yang semestinya diiringkan beserta ilmu.


2.3.   Ilmu dan Amal  Seperti Dua sisi Mata  Uang

Sebagaimana dijelaskan dalam paragraph sebelumnya, ilmu tanpa amal tidak akan bermanfaat apa-apa jika tidak ditunaikan. Ibarat pohon rindang yang tak menghasilkan buah, hidupnya hanya sebagai pajangan, dapat dipandang tapi tidak dapat dirasakan bagaimana kenikmatan rasa buah pohon tersebut.  Begitu pula dengan amal tanpa ilmu akan sia-sia. Sama dengan melakukan pekerjaan yang tidak ada nilainya. Sayang sekali bukan? Kita sudah bersusah payah beramal, namun tidak diterima oleh Allah SWT.
 “Dan janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak ada ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya,” (Al-Isra: 36).
Melakukan segala sesuatu tentulah berlandaskan syari’at dan hukum yang telah diajarkan di dalam Islam agar kita tidak termasuk hamba Allah yang merugi. Banyak yang beramal, namun tidak berlandaskan ilmu, tidak mau menggali, mencari tau, sehingga mereka hanya mendapatkan keletihan saja dari setiap amal yang mereka kerjakan. Maka keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak bisa diurai dan dipisahkan satu-persatu. Keduanya menyatu ibarat dua sisi mata uang yang masih dalam logam atau kertas yang sama.
 Dalam sebuah hadist Ar-ba’in (5) dijelaskan bahwa :
“ Barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang baru dalam urusan agama kami ini, yang tidak kami perintahkan, niscaya ia tertolak”. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)

“Barang siapa mengerjakan sesuatu amal yang tidak ada dasar dari kami, maka ia tertolak”.(HR.Muslim)
Jika kita merenungkan hadis ini, dapat dianalogikan kepada sebuah kasus. Ibarat seorang pelayan restoran yang sedang melayani para tamunya. Menu yang dipesan adalah A, ternyata yang dibuatkan adalah B. Apa yang akan terjadi? Pastilah tamu tersebut marah, karena tidak sesuai dengan pesanannya, ia akan kecewa, dampaknya pada restoran adalah tamu tersebut tidak mau membayar pesanan yang salah, bahkan ia tidak akan mau datang lagi pada restoran yang telah membuatnya kecewa. Itu adalah contoh sederhana saja yang dapat kita ambil dalam keseharian kita. Apalagi, jika kita beribadah kepada Allah Swt. Rob yang telah menciptakan kita.
Orang yang senantiasa menyelaraskan antara ilmu dan amal akan memperoleh keberkahan dan semakin meningkat ilmunya. Ilmunya semakin terasah, karena selalu berbagi dengan orang lain. Selain itu, orang yang terus-menerus mengamalkan ilmunya akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah SWT. Sebagai mana firman-NYA:

“… Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Qs Al-Mujadilah:11)
            Bahkan dalam  hadist lainpun ditegaskan bahwa ilmu dan amal merupakan sedekah disisi Allah dengan belajar dan mengajarkannya kembali kepada orang yang belum memahami.
“Sedekah yang paling utama adalah seorang muslim belajar suatu ilmu, kemudian mengajarkannya kepada saudara muslim lainnya”. (Riwayat Ibnu Majah).

Allah SWT telah menurunkan pedoman yang dapat dipelajari oleh manusia dengan memberikan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw untuk diajarkan kepada umatnya.Segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia, telah tertulis didalamnya. Namun hanya orang-orang yang berusaha menggali Ilmulah yang mampu memperoleh pengetahuan dari Al-Qur’an.
Jika kita lihat penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda kebesaran Allah SWT bagi hamba-hambanya yang berfikir. (QS. 21:33 ). Hal ini pun dapat menjadi pedoman buat kita sebagai pembelajaran, bagaimana Allah mengajarkan manusia untuk saling bersinergi dengan alam dengan cara amal nyata. Alam yang diciptakan Allah SWT juga dapat menjadi sumber pengetahuan bagi manusia.
Segala pedoman telah ada buat kita , untuk mengarungi kehidupan ini. Namun, tetap saja manusia lupa, lalai dan mengedepankan hawa nafsunya. Berbuat sekehendak hati tanpa memperhatikan adat dalam mengamalkan pengetahuan yang telah mereka dapatkan.

Hakikat Ilmu adalah amal. Ilmu dan amal adalah dua hal yang saling menyatu, saling bersinergi satu dengan yang lainnya. Jika salah satu pincang, maka rusaklah sistem ibadah manusia, bahkan tertolak, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist Rasulullah ;” Barang siapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada dasar dari kami, maka ia tertolak” (HR: Muslim).
Pentingnya memahami hadist Rasulullah ini adalah ketika kita mengerjakan amal ibadah kepada Allah Swt. tentulah ada ilmunya. Ilmu yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Baik berhubungan dengan akidah, syariat dan mua’amalah.
Setiap muslim tentu tidak ingin, jika seluruh amal ibadahnya menjadi sia-sia. Oleh karena itu, manasia dituntut untuk terus-menerus belajar sampai ajal menjemput kita. Bagaimana sholat yang benar, puasa yang benar. Serta ibadah-ibadah lainnya yang telah dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah saw. Jika ingin mencari keselamatan dan kebahagian dunia dan akhirat? Maka selaraskanlah ilmu dan amal. Wallauhu A’lam. (Tamat) (Elvira Suryani)

2.4.   Pengertian Ilmu dan Kedudukan Ilmu dalam Islam
Sebelum membahas hubungan ilmu dan amal shaleh akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian ilmu dan amal shaleh. Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima-ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Ilmu dalam bentuk jamaknya adalah ‘ulum yang artinya adalah memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan pengetahuan. Ilmu mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang disusun secara sistematis. Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam Islam, hal ini terlihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia disamping hadis-hadis nabi yang yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Dalam sebuah ayat al-Qur’an dikatakan, “Dan janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak ada ilmu padanya,sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan ditanya,” (Al-Isra : 36). Ayat al-Qur’an tersebut menjelaskan bahwa ilmu merupakan dasar dari segala tindakan manusia. Karena, tanpa ilmu segala tindakan manusia menjadi tidak terarah,tidak benar, dan tidak bertujuan. Dan Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat Al Mujadalah ayat 11 yang artinya “Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan) dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Ayat tersebut menunujukkan dengan jelas bahwa orang yang beriman dan berilmu akan memeperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk untuk menuntut ilmu dan ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar bahwa betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah SWT bila melakukan hal-hal yang dilarangNya.

Ilmu merupakan bagian dari wahyu Allah SWT yang diberikan kepada para NabiNya pada awal-awal bangkitnya peradaban manusia di muka bumi ini. Ilmu ini kemudian disebarluaskan oleh para pengikut nabi itu agar manusia mengerti,serta dapat menggunakan dan mengembangkannya sebagai ‘alat’ untuk menjalankan tugas kekhalifahannya. Agama menyediakan tolak ukur kebenaran ilmu (benar,salah),bagaimana ilmu diproduksi (baik,buruk), dan tujuan-tujuan ilmu (manfaat,merugikan). Selebihnya adalah hak manusia untuk memikirkan dinamika internal ilmu. Ilmu yang lahir dari induk agama harus menjadi ilmu yang objektif. Artinya, suatu ilmu tidak dirasakan oleh pemeluk agama lain,non agama, dan anti-agama sebagai norma, tapi sebagai gejala keilmuan yang objektif semata. Meyakini latar belakang agama yang menjadi sumber ilmu atau tidak, tidak menjadi masalah, ilmu yang berlatar belakang agama adalah ilmu yang objektif, bukan agama menuju moralitas. Maka, objektifikasi ilmu adalah ilmu dan orang beriman untuk seluruh manusia, tidak hanya untuk orang beriman saja.  


2.5. Pengertian Amal Shaleh

Kemudian Amal Sholeh, dua rangkaian kata ini sering kita temui karena berkaitan dengan agama. Amal itu sendiri adalah melakukan segala sesuatu untuk menghasilkan sesuatu. Dan shaleh berarti segala sesuatu segala sesuatu yang bersifat baik dan berguna. Jika kedua makna tersebut amal shaleh berarti melakukan sesuatu untuk menghasilkan sesuatu yang sifatnya baik,menguntungkan dan berguna. Terdapat beberapa janji-janji Allah SWT kepada mereka yang beriman dan beramal shaleh. Diantaranya ialah keuntungan dunia dan akhirat, nikmat surga, penghapusan dan pengampunan dosa-dosa, diberi petunjuk dan panduan,dikurniakan derajat yang tinggi,dianugerahkan kekuasaan, mendapat rezeki yang mulia (berkat), dibalas dengan pahala yang secara berterusan, dicurahkan rahmat dan dilepaskan daripada kegelapan hidup kepada cahaya. Amal shaleh yang amat disukai oleh Allah SWT adalah amal-amal yang telah diwajibkan kepada manusia untuk dilaksanakan misalnya seperti shalat lima waktu. Allah SWT senang bila hambaNya menambah amal-amal shaleh dalam rangka mendekatkan diri kepadanya akan tetapi Ia juga tidak senang bila hambaNya melalaikan amal yang wajib karena amal yang lain walaupun itu adalah amal shaleh. Allah SWT tidak akan menghendaki orang yang melaksanakan shalat sunnah semalam penuh akan tetapi lalai pada shalat yang wajib karena bangun tidur terlalu siang. Selanjutnya, amal shaleh Allah SWT setelah amal-amal wajib adalah amal yang bisa dirasakan manfaatnya bagi hambaNya yang lain. Menuntut ilmu merupakan suatu hal yang akan memberikan manfaat yang besar bagi setiap umat manusia. Dengan ilmu kita dapat mengetahui hal-hal yang kita tidak tahu dan kita dapat menjalankan amal shaleh seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT.   


2.6.Hubungan Ilmu dan Amal Shaleh

Pada dasarnya Ilmu dan amal adalah satu, amal tanpa ilmu bukanlah amal dan ilmu tanpa amal bukanlah ilmu,sebagaimana dikatakan oleh Ja’far al-Shadiqa ra. Al-Qur’an  juga mengatakan bahwa kalimat al-Thayyibah (ilmu dan makrifah) kepada Allah yang akan sampai kepada-Nya,sementara amal shaleh tak ubahnya sebagai roket pendorong yang menghampirkan hal-hal tersebut kepada Allah SWT. Tentu saja, tanpa ilmu, tak ada yang akan dibawa oleh sang roket, sementara tanpa amal,ilmu bersangkutan akan tetap berada di landas pacu. Tentang mana yang lebih dulu yang harus diraih, ilmu atau amal dapat dikatakan bahwa dengan ilmulah seseorang dapat melakukan amal. Dengan demikian, ilmu harus diraih terlebih dahulu, baru dengannya dapat melakukan amal. Akan tetapi, ilmu yang sesungguhnya adalah pemberian dari Allah SWT. Oleh karena itu, perlu syarat-syarat yang diperlukan, syarat tersebut adalah ketakwaan. Dan ketakwaan merupakan jenis amal. Sehingga, dengan demikian, amallah yang harus tersedia terlebih dahulu agar seseorang dapat memperoleh ilmu.   

Ilmu merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. Dengan pengetahuan inilah manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia memiliki ilmu tapi miskin amalnya, maka ilmu tersebut akan menjadi sia-sia. Jelas akan sia-sia sekali kita beramal beribadah, sementara sifat dan perilaku tercela masih juga dipelihara dalam diri, dan hal ini disebabkan oleh kurangnya ilmu dalam beramal khususnya ilmu yang berhubungan dengan apa yang sedang kita lakukan dalam proses ibadah. Ilmu  dan amal adalah dua komponen yang harus berlandaskan pada keinginan untuk merealisasikan amaliah, ilmu dan amal tidak dapat dipisahkan, kehilangan salah satu dari keduanya akan menimbulkan kesalahan demi kesalahan bahkan kesesatan.  Dalam beberapa riwayat dijelaskan mengenai hubungan antara ilmu dan amal. Imam Ali Abi Thalib berkata, “Ilmu adalah pemimpin amal dan amal adalah pengikutnya. “Demikian juga dengan perkataan Rasulullah saw, “Barang siapa beramal tanpa ilmu maka apa yang dirusaknya jauh lebih banyak dibandingkan yang diperbaikinya. Dari riwayat tersebut maka jika orang itu berilmu maka ia harus diiringi dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika dilandasi dengan ilmu, begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku manusia. Sebuah perpaduan yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia yaitu setelah berilmu lalu beramal.

Ilmu yang tidak dilanjutkan dengan perbuatan, mungkin kita dapat menyebutnya sebagai pengetahuan teoritis. Namun, apa faedahnya ilmu teoritis jika kita tidak menerjemahkannya kedlam ilmu praktik, dan kemudian meneruskannya menjadi perbuatan yang mendatangkan hasil. Jika ilmu tidak dipraktikan maka akan  memberikan dampak yang negatif. Padahal,kaedah islam menekankan bahwa ilmu senantiasa menyeru pada amal perbuatan. Keduanya tidak ubahnya sebagai dua benda yang senantiasa bersama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika amal memenuhi seruan ilmu maka umat akan menjadi baik dan berkembang. Namun jika tidak, maka ilmu akan meninggalkan amal perbuatan, dan dia akan tetap tinggal tanpa faedah apapun. Jika demikian nilai apa yang dimiliki seorang manusia yang memiliki segudang teori dan pengetahuan namun tidak mempraktikannya dalam dunia nyata. Pertalian ilmu dengan amal tidak hanya dituntut dari parapelajar agama dan para ahli yang mendalami suatu ilmu, melainkan juga dituntut dari setiap orang, baik yang memiliki ilmu sedikit ataupun banyak. Namun, tentunya orang-orang yang berilmu memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam hal ini karena mereka memiliki kemampuan yang lebih. Allah SWT berfirman didalam surat Ash-Shaff ayat 2-3 , “Wahai orang-orang yang berfirman, mengapa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allah SWT, kamu mengatakan apa-apa yang kamu tidak kerjakan.  
Jika kita memperhatikan ayat-ayat al-Qur’an niscaya kita akan menemukan bahwa al-Qur’an senantiasa menggandengkan ilmu dengan amal. Makna ilmu diungkapkan dalam bentuk kata iman pada banyak tempat,dengan pengertian bahwa iman adalah ilmu atau keyakinan. Diantaranya ialah “Demi waktu ashar, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan saling menasehati dalam kebenaran dan kebijakan.” (Al-‘Ashr :1-3). Dalam ayat lain dikatakan “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal.” (Al-Kahfi :107). Demikian juga dengan ayat “Orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.” (Ar-Ra’d :29). Ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang betapa ilmu dan amal saleh memiliki kaitan yang erat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena keduanya bagai dua keping mata uang yang saling memberi arti. Inilah yang sejalan dengan ucapan Imam Ali Abi  Thalib, ”Iman dan amal adalah dua saudara yang senantiasa beriringan dan dua sahabat yang tidak terpisahkan. Allah tidak akan menerima salah satu dari keduanya kecuali disertai sahabatnya.”


2.7.Beramal dengan Ilmu

Kita dapat beramal dengan ilmu dengan menggunakan dasar pemikiran, perasaan dan perlaksanaan.
Pemikiran
Kita harus mengakui ajaran Islam yang tidak hanya menangani persoalan rohani saja tetapi juga persoalan politik/pengurusan kehidupan.

Perasaan
Kita suka dan senang dengan kesyumulan Islam. Kita bermanis muka dengan mereka yang memperkatakan dan memperjuangkan supaya terlaksananya Islam yang syimul bukan sebaliknya bermasam muka, mencemooh dan lebih parah lagi jika menghalang perjuangan ini seperti yang telah dilakukan Abu Jahal, Abu Lahab dan musyirikin terhadap Rasulullah saw dan para sahabatnya.

Perlaksanaan
Kita harus berusaha melaksanakan Islam yang syumul dengan menegakkan khilafah. Jika khilafah tidak ada pada masa ini, kita semestinya bersama dengan jemaah. Langkah yang semestinya kita lakukan untuk menjadi hamba yang mulia adalah dengan menjadikan diri kita muslim yang berilmu dan beramal shaleh.
Beramal tanpa berilmu sangat tidak rasional bagaikan kapal yang diombang ambingkan gelombang ditengah samudera luas sementara keinginan untuk cepat sampai ke daratan sangatlah tinggi, maka hanya mukzizat Allahlah yang paling berperan ketika itu. Begitu juga dalam kehidupan ini, ibadah bukan hanya sekedar berdiri, rukuk, maupun sujud dalam shalat saja. Namun, setiap dirii akan dituntut untuk melaksanakan apa sesungguhnya hikmah dibalik perintah shalat itu , begitu juga ibadah-ibadah lainnya selain menunaikannya dengan ikhlas perealisasian dari hikmah yang terkandung didalamnya harus menjadi prioritas utama dan tidak bisa di kesampingkan sama sekali. Jelasnya raihlah keinginan dunia akhirat itu sebanyak-banyaknya dan imbangi ilmu itu dengan amaliah ikhlas dan penuh kekhusyukkan. Intinya manusia dapat menilai dan melakukan sesuatu dengan cermat dan hati-hati dan tidak ada kebajikan dalam ibadah kecuali diiringi dengan tafakur,tawakal, maupun perbuatan makruf lainnya.
Orang yang selalu menggunakan ilmu dan pemikiran akan menghasilkan ladang amal dan akan selalu menjaga amalannya itu dari perbuatan-perbuatan tercela dalam hidup bersosialisasi dalam masyarakatnya. Sedangkan orang yang beramal tanpa dilandasi ilmu dan pemikiran, jelas akan diombang ambingkan oleh hawa nafsu sehingga akan melahirkan kerugian dan kesia-siaan dalam amaliah tersebut.


2.8.  Hal-hal yang Berfokus pada Hubungan Ilmu dan Amal Shaleh

Hubungan ilmu dengan amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu adalah pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal boleh lurus dan berkembang bila didasari dengan ilmu. Berbuat tanpa didasari pengetahuan tidak ubahnya dengan berjalan bukan dengan di jalan yang benar, tidak mendekatkan pada tujuan melainkan menjauhkan. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan ilmu, baik itu yang berupa amal ibadah maupun amal perbuatan lainnya. Sedangkan kedua, sesungguhnya ilmu dan amal saling beriringan. Barangsiapa berilmu maka dia harus berbuat, baik itu ilu yang berhubungan dengan masalah ibadah maupun ilmu-ilmu yang lain. Tidak ada faedahnya ilmu yang tidak diamalkan. Amal merupakan buah dari ilmu, jika ada orang yang memiliki ilmu tapi tidak berilmu maka seperti pohon yang tidak menghasilkan manfaat bagi penanamnya. Begitu pula tidak ada manfaatnya ilmu fikih yang dimiliki oleh fakih jika dia tidak mengubahnya menjadi perbuatan. Begitu juga, tidak faedahnya teori-teori atau penemuan-penemuan yang ditemukan seorang ilmuwan jika tidak diubah menjadi perbuatan nyata. Karena wujud dari pengetahuan itu adalah amal dan karya nyatanya.

2.9.   Amalan yang Tak Putus Pahalanya
Amal Jariyah adalah sebutan bagi amalan yang terus mengalir pahalanya, walaupun orang yang melakukan amalan tersebut sudah wafat.Amalan tersebut terus memproduksi pahala yang terus mengalir kepadanya.
Hadis tentang amal jariyah yang populer dari Abu Hurairah menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila anak Adam (manusia) wafat, maka terputuslah semua (pahala) amal perbuatannya kecuali tiga macam perbuatan, yaitu sedekah jariah, ilmu yang berman­faat, dan anak saleh yang mendoakannya" (HR. Muslim).
Selain dari ketiga jenis perbuatan di atas, ada lagi beberapa macam perbuatan yang tergolong dalam amal jariah.
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya diantara amal kebaikan yang mendatangkan pahala setelah orang yang melakukannya wafat ialah ilmu yang disebar­luaskannya, anak saleh yang ditinggalkannya, mushaf (kitab-kitab keagamaan) yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah yang dibangunnya untuk penginapan orang yang sedang dalam perjalanan. sungai yang dialirkannya untuk kepentingan orang banyak, dan harta yang disedekahkannya” (HR. Ibnu Majah).
Di dalam hadis ini disebut tujuh macam amal yang tergolong amal jariah sebagai berikut.

1. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal, seperti diskusi, ceramah, dakwah, dan sebagainya. Termasuk dalam kategori ini adalah me­nulis buku yang berguna dan mempublikasikannya.
2. Mendidik anak menjadi anak yang saleh. Anak yang saleh akan selalu berbuat kebaikan di dunia. Menurut keterangan hadis ini, kebaikan yang dipeibuat oleh anak saleh pahalanya sampai kepada orang tua yang mendidiknya yang telah wafat tanpa mengurangi nilai/pahala yang diterima oleh anak tadi.
3. Mewariskan mushaf (buku agama) kepada orang-orang yang dapat memanfaatkannya untuk kebaikan diri dan masyarakatnya.
4. Membangun masjid. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi SAW, ”Barangsiapa yang membangun sebuah masjid karena Allah walau sekecil apa pun, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di surga” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Orang yang membangun masjid tersebut akan menerima pahala seperti pahala orang yang beribadah di mas­jid itu.
5. Membangun rumah atau pondokan bagi orang-orang yang bepergian untuk kebaikan. Setiap orang yang memanfaatkannya, baik untuk istirahat sebentar maupun untuk bermalam dan kegunaan lain yang bukan untuk maksiat, akan mengalirkan pahala kepada orang yang membangunnya.

6. Mengalirkan air secara baik dan bersih ke tampat-tempat orang yang membutuhkannya atau menggali sumur di tempat yang sering dilalui atau didiami orang banyak. Setelah orang yang mengalirkan air itu wafat dan air itu tetap mengalir serta terpelihara dari kecemaran dan dimanfaatkan orang yang hidup maka ia mendapat pahala yang terus mengalir.
Semakin banyak orang yang memanfaat­kannya semakin banyak ia menerima pahala di akhirat.
Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa membangun sebuah sumur lalu diminum oleh jin atau burung yang kehausan, maka Allah akan mem­berinya pahala kelak di hari kiamat.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Majah).
7. Menyedekahkan sebagian harta. Sedekah yang diberikan secara ikhlas akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda.


2.10.   KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU AGAMA
1. Menuntut ilmu adalah jalan menuju surga.

Setiap Muslim dan Muslimah ingin masuk Surga.Maka, jalan untuk masuk Surga adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Sebab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْـمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ، لَـمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ.

Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat.Barangsiapa memudahkan (urusan) atas orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan atasnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya.Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalnya, maka tidak dapat dikejar dengan nasabnya.”
 [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lafazh ini milik Muslim.. Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (II/297) dan Qawaa’id wa Fawaa-id minal Arba’iin an-Nawawiyyah (hal. 316-317).]

Di dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza wa Jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga.

“Berjalan menuntut ilmu” mempunyai dua makna:
  • Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju majelis-majelis para ulama.
  • Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i.






2. Ilmu akan mengangkat derajat manusia.

Allah berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِي

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Mujadilah[58]: 11)

Al Hafizh menjelaskan, “Ada yang mengatakan tentang tafsirannya adalah: Allah akan mengangkat kedudukan orang beriman yang berilmu dibandingkan orang beriman yang tidak berilmu. Dan pengangkatan derajat ini menunjukkan adanya sebuah keutamaan…” (Fathul Bari, 1/172). Beliau juga meriwayatkan sebuah ucapan Zaid bin Aslam mengenai ayat yang artinya, “Kami akan mengangkat derajat orang yang Kami kehendaki.” (QS. Yusuf [12]: 76). Zaid mengatakan, “Yaitu dengan sebab ilmu.” (Fathul Bari, 1/172)

3. Ilmu adalah tameng dari jeratan iblis.
Imam ibnul jauzi berkata: “Ketahuilah bahwa jeratan iblis pertama kali kepada manusia adalah memalingkan mereka dari menuntut ilmu, hal ini disebabkan karena ilmu adalah cahaya, sehingga jika iblis mampu memadamkan cahaya tersebut maka iblis akan bisa memangsa orang-orang yang tidak memiliki ilmu dalam kegelapan dengan sangat mudah”. (Talbis Iblis:309)
4. Ilmu adalah amalan yang memiliki pahala tanpa terputus

عن أبي هريرة رضى الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية أو علم ينتفع يه أو ولد صالح يدعو له

Dari Abu Huroirah, Rosulullah bersabda : “Jika manusia meninggal dunia, maka semua amalannya akan terputus kecuali tiga amalan : Shodaqoh Jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak sholeh yang berdo’a kebaikan baginya”. (HR. Muslim no. 1631)
5. Ilmu adalah cahaya penerang bagi kehidupan manusia.

أَوَمَن كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.(Al-An’am:122)

Mati disini adalah mati hatinya dengan kesyirikan, kesesatan, kejahilan, dan maksiat. Cahaya disini adalah cahaya ilmu dari agama Islam dan Al-Qur’an.
6. Ilmu adalah warisan para Nabi.

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْـجَنَّةِ وَإِنَّ الْـمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّهُ لَيَسْتَغْفِرُ لِلْعَالِـمِ مَنْ فِى السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ حَتَّى الْـحِيْتَانُ فِى الْـمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِـمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ. إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ لَـمْ يَرِثُوا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ.

Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang.Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi.Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu.Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.”[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/196), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80 al-Mawaarid), lafazh ini milik Ahmad, dari Shahabat Abu Darda’ radhiyallaahu ‘anhu. dishohihkan oleh Syaikh Albani dalam Al-Misykah:212]
7. Majelis ilmu adalah taman surga.

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْـجَنَّةِ فَارْتَعُوْا، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا رِيَاضُ الْـجَنَّةِ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ.

Apabila kalian berjalan melewati taman-taman Surga, perbanyaklah berdzikir.”Para Shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud taman-taman Surga itu?”Beliau menjawab, “Yaitu halaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu).” sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang tugasnya terbang untuk mencari majelis-majelis ilmu.Jika mereka telah mendapatkanya maka mereka akan duduk untuk menaungi majelis tersebut”. [Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3510), Ahmad (III/150) dan lainnya, dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.” Lihat takhrij lengkapnya dalam Silsilah ash-Shahiihah (no. 2562).]

‘Atha' bin Abi Rabah (wafat th. 114 H) rahimahullaah berkata, “Majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis-majelis halal dan haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa, mengerjakan shalat, menikah, cerai, melakukan haji, dan yang sepertinya.” [Disebutkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Faqiih wal Mutafaqqih (no. 40).Lihat kitab al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 132). ]

Ketahuilah bahwa majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu, majelis yang di dalamnya diajarkan tentang tauhid, ‘aqidah yang benar menurut pemahaman Salafush Shalih, ibadah yang sesuai Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, muamalah, dan lainnya.


8. Jihad dengan ilmu merupakan jihad yang besar.

فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُم بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا

Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah melawan mereka dengannya (Al-Qur’an) dengan jihad yang besar. (Al-Furqon:52)

Syaikh Al-Utsaimin berkata: “Tidak diragukan lagi bahwa menuntut ilmu termasuk amalan yang paling mulia, bahkan itu adalah bagian dari jihad dijalan Allah, apalagi pada zaman kita sekarang, zaman dimana bid’ah tersebar luas di masyarakat, kebodohan terhadap agama yang sangat merata bahkan banyak yang berfatwa dengan kebodohan, dan juga banyak perdebatan dalam agama tanpa dasar ilmu. Tiga sebab inilah yang mengharuskan kepada setiap pemuda untuk semangat dalam menuntut ilmu agama”. (Kitabul Ilmi:23)

9. Orang yang berilmu adalah penegak agama Allah sampai hari kiamat.

            Dari Mu’awiyah, bahwa Rosulullah bersabda: “Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka niscaya ia akan difahamkan dalam agama, dan aku hanyalah orang yang membagi sedangkan yang memberi adalah Allah, dan senantiasa akan ada diantara umatku ini yang tegak diatas perintah Allah sampai hari kiamat dan orang-orang yang menyilisihi mereka tidak akan mencelakakan mereka”.(H.R Bukhori)

Imam Bukhori ketika membawakan hadits ini berkata: “Mereka (yang tegak diatas perintah Allah) adalah Ahlul Ilmi”. Dikesempatan yang lain beliau mengatakan: “Mereka adalah Ahlul Hadits”.
Maka Syaikh Albani mengumpulkan kedua perkatan Imam Bukhori ini dengan mengatakan: “Tidak ada berbedaan antara ucapan beliau ini dengan ucapan sebelumnya separti yang sudah nampak, karena Ahlul ilmi adalah Ahlul hadits, dan setiap orang bertambah wawasannya dalam hadits maka akan bertambah pula ilmunya lebih dari pada orang yang kurang pengetahuannya terhadap hadits”. (As-Shohihah:1/542)

Setiap penuntut ilmu yang dianugerahi pemahaman oleh Allah dalam perkara agama dan setiap alim yang telah dibukakan akalnya oleh Allah, hendaknya memanfaatkan ilmu yang telah diberikan Allah kepadanya, memanfaatkan setiap kesempatan yang memungkinkan untuk berdakwah, sehingga dengan begitu ia bisa menyampaikan apa yang diperintahkan Allah, mengajarkan syari'at Allah kepada masyarakat, mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran, menerangkan kepada mereka hal-hal yang masih samar terhadap mereka di antara perkara-perkara yang diwajibkan atas mereka atau diharamkan Allah atas mereka.
10. Ilmu bagaikan air hujan yang Allah turunkan ke bumi.

Abu Musa Al-Asy'ari Radhiyallahu Anhu yang berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa SalIam bersabda,
"Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diutus Allah kepadaku seperti hujan yang membasahi bumi. Ada bumi yang subur yang menerima air kemudian menumbuhkan rumput yang banyak.Ada bumi yang keras yang menahan air kemudian dengannya Allah memberi manfaat kepada manusia.Mereka meminum dari air ter-sebut, memberi minum hewan ternaknya, dan bercocok tanam. Hujan juga membasahi bumi yang lain, yaitu lembah yang tidak mampu menahan air dan menumbuhkan rumput. Demikianlah perumpamaan orang yang memahami agama Allah kemudian mendapat manfaat dari apa yang aku diutus dengannya. la belajar dan mengajar. Dan itulah perumpamaan orang yang tidak bisa diangkat kedudukannya oleh petunjuk Allah, dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya." (Diriwayatkan Al-Bukhari, dan Muslim).


Pertama, orang yang mampu menghapal ilmu dan memahaminya.Mereka memahami makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya, dan manfaat-manfaatnya.Mereka seperti tanah yang menerima air kemudian menumbuhkan rumput yang banyak.Pemahamannya terhadap agama, dan istimbath hukum adalah seperti tumbuhnya rumput dengan air.

Kedua, orang yang mampu menghapal ilmu, menjaganya, menyebar-kannya, dan mengendalikannya, namun tidak mampu memahami makna-maknanya, mengeluarkan hukum², hikmah², dan manfaat² dari ilmu tersebut.Mereka seperti orang yang mampu membaca Al-Qur'an, menghapalnya, memperhatikan makharijul huruf (tempat ke-luarnya huruf), dan harakat-nya, namun tidak dianugerahi pemahaman khusus oleh Allah, seperti dikatakan Ali Radhiyallahu Anhu, "Kecuali pemahaman yang diberikan Allah kepada hamba-Nya di dalam Kitab-Nya."


Ketiga, orang-orang yang tidak mendapatkan sedikit pun ilmu; baik hapalan, atau pemahaman, atau periwayatan.Mereka seperti tanah lembah yang tidak bisa menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan menahan (menyimpan) air.Mereka adalah kelompok orang-orang celaka.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dengan perspektif kesepaduan ilmu dan amal, maka akan memberikan perkembangan ke arah perbaikan dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat akan berlomba-lomba dalam memberikan amal saleh satu sama lain. Imam Ali Abi Thalib berkata, “Jangan sampai ilmumu menjadi kebodohan dan keyakinanmu menjadi keraguan. Jika engkau berilmu, maka beramallah, dan jika engkau yakin maka majulah”. Dengan ilmu yang benar serta amal shaleh masyarakat bergerak dari kebodohan menuju kepintaran, dari ketertinggalan menuju kemajuan dan dari kehancuran menuju kebangkitan. Allah SWT menempatkan orang yang berilmu dan beramal shaleh sesuai dengan ilmunya pada derajat yang paling tinggi. Jelasnya, Allah yang memiliki segala sesuatu dan Maha Pemberi pasti memuliakan derajat orang-orang yang didalam dirinya terdapat tiga hal yaitu keimanan yang kokoh, ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan selalu melakukan amal shaleh, sabar, ikhlas, dan selalu bertawakal padaNya. Ilmu adalah landasan iman, hakekat pencarian ilmu pengetahuan pada diri manusia sesungguhnya adalah dalam rangka mengenal Alllah SWT dengan segala konsekuensinya.Dan hubungan antara ilmu dan amal shaleh tidak dapat dipisahkan karena dua hal tersebut saling mempengaruhu satu sama lain.
3.2. Saran
Semoga apa yang telah di sampaikan dalam makalah ini dapat barmanfaat terutama dalam pengembangan kepribadian serta lebih giat dalam meningkatkan amal shaleh dan ilmu..Sebaiknya dalam membuat makalah tentunya mencari informasi dari berbagai sumber.Agar materi yang di sampaikan dapat lebih akurat.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Alkarim
Fajar.(2010). Keutamaan orang yang berilmu.
            Diakses dari: http://www.kabutfajar.wordpress.com
Indah, suci.(2012). Kewajiban menuntut ilmu dan beramal shaleh.
            Diakses dari:  http://www.google.co.id/http://sucikias.blogspot.com
            Pada: 16 Desember 2012.
Libra,doni.(2012).Makalah Studi Islam tentang Amal Shaleh.
            Diakses dari: http://donielibra.wordpress.com
            Pada: 17 Desember 2012
Taslaman,carner.(2012). Miracle of  the Qur’an. Bandung: mizan
Tim Dosen PAI Universitas Jambi.(2012).Pendidikan Agama Islam di
Universitas jambi.jambi:universitas jambi
            Pratama, yovi.(2009). Kewajiban menuntut ilmu karena termasuk amalan shaleh.
                        Diakses dari: http://www.yovipratama.blogspot.com
                        Pada: 15 Desember 2012

            

1 komentar:

  1. Saya tidak dapat cukup berterima kasih kepada Dr EKPEN TEMPLE kerana telah membantu saya mengembalikan kegembiraan dan ketenangan dalam perkahwinan saya setelah banyak masalah yang hampir menyebabkan perceraian, alhamdulillah saya bermaksud Dr EKPEN TEMPLE pada waktu yang tepat. Hari ini saya dapat mengatakan kepada anda bahawa Dr EKPEN TEMPLE adalah jalan keluar untuk masalah itu dalam perkahwinan dan hubungan anda. Hubungi dia di (ekpentemple@gmail.com)

    BalasHapus